Setiap anak
memiliki potensi yang berbeda. Karena itu setiap anak memerlukan perlakkuan
khusus agar dapat mengoptimalkan potensinya. Beberapa perlakuan yang sifatnya
umum memang ada untuk diterapkan pada semua siswa, namun perlakuan tersebut
tidak boleh mengorbankan kebutuhan individual person. Ada siswa yang dapat
menempuh kegiatan belajarnya dengan lancar tanpa mengalami kesulitan, dan ada
pula siswa yang mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan
oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Kesulitan ini dapat
bersifat fisiologis, sosiologis atau psikologis.
The
National Joint Committee for Learning Disabilities Definition menjelaskan bahwa kesulitan belajar
adalah istilah umum yang merujuk pada sebuah grup heterogen dari kelainan (disorder)
yang ditunjukkan dengan kesulitan penggunaan mendengarkan, berbicara, membaca,
menulis, daya nalar atau kemampuan matematis. Kelainan ini berasal dari diri
individu dan diduga karena disfungsi central nervous system. Meskipun
kesulitan belajar mungkin muncul secara serentak dengan kondisi lain yang
menghalangi, misalnya kerusakan sensori, keterlambatan mental, gangguan social,
emosional, atau pengaruh lingkungan. Kesulitan belajar bukanlah akibat yang
ditimbulkan secara langsung oleh pengaruh di atas. Masalah anak berkesulitan
belajar adalah bahwa mereka tidak mencapai level yang setaraf dengan
intelegensi mereka, tetapi mereka tidak memperlihatkan permasalahan akademis
sebagai akibat langsung dari kondisi yang menghalanginya.
Oleh karena itulah perlakuan yang diberikan pada siswa
dalam pembelajaran juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kesulitan
belajar anak. Agar perlakuan tersebut dapat mengoptimalkan potensi yang ada
dalam diri anak. Maka pendidik, konselor dan orang tua seharusnya mengerti dan
memahami tentang hambatan-hambatan yang mungkin terjadi pada anak, serta
mengetahui cara-cara yang dapat dilakukan untuk megatasi kesulitan belajar pada
anak. Pada kesempatan ini, penulis akan membahas tentang bimbingan terhadap
kesulitan belajar khusus.
A. Pengertian
masalah dan Anak Berkesulitan Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1995), masalah berarti sesuatu yang harus diselesaikan[1].
Masalah merupakan
sesuatu yang merintangi , menghambat atau mempersulit seseorang untuk mencapai
makksud dan tujuan tertentu (Winkel, 1985).[2]
Dengan demikian, kondisi bermasalah mengganggu dan dapat merugikan individu
ataupun lingkungannya. Sehingga masalah perlu diselesaikan atau diatasi dan
apabila dibiarkan akan merugikan.
Asumsi tingkah laku bermasalah:
1. Tingkah laku
bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negative atau yang tidak
tepat/sesuai dengan lingkungan.
2. Tingkah laku
yang salah terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang salah pula.
3. Tingkah laku
negative terjadi karena kesalah pahaman dalam merespon lingkungan dengan tepat.
4. Seluruh tingkah
laku manusia didapat dengan cara belajar dan tingkah laku tersebut dapat diubah
dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar.
Perkembangan dan perubahan perilaku
dalam belajar
Menurut
Robert J. Havighurst,seseorang harus mampu melakukan tugas-tugas
perkembangannya. Hal ini karena kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugasnya
merupakan keberhasilan yang memberikan kebahagiaan, serta member jalan bagi
tugas-tugas berikutnya.setiap tahap perkembangan individu harrus sejalan dengan
perkembangan aspek-aspe lainnya, yaitu fisik, psikis, emosional, moral dan
social.
Dalam
perkembangan dan perubahan manusia, terdapat hokum-hukkum dan prinsip-prinsip
yang diperoleh melalui penelitian, kajian teori dan praktik. Carol Getswicki
(1995)[3]
mengemukakkan bahwa hokum tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Dalam
perkembangan terdapat urutan yang dapat diramalkan.
2. Pekembangan pada
suatu tahap merupakan landasan bagi perkembanagn berrikutnya.
3. Dalam
perkembangan terdapat waktu-waktu yang optimal.
4. Perkembangan itu
maju berkelanjutan dan semua aspeknya merupakan kesatuan yang saling
memengaruhi.
5. Setiap individu
berkembang sesuai dengan waktunya masing-masing.
6. Perkembangan
berlangsung dari yang sederhana pada yang kompleks, dari yang umum pada yang
khusus.
Berkaitan
dengan perkembangan dan perubahan, manusia mengalami perubahan perilakau
sebagai fungsi pengalaman. Di dalamnya tercakup perubahan-perubahan afektif,
motorik dan kognitif yang tidak dihasilkan oleh sebab-sebab lain. Albert
Bandura menjelaskan bahwa system pengendalian perilaku adalah perubahan perilaku sebagai fungsi
pengalaman. Misalnya tentang system pengendalian perilaku yang disebut dengan stimulus
control , yaitu perilaku yang muncul di bawah pengendalian stimulus
eksternal, seperti bersin, bernafas, dan mengedipkan mata. Outcome control yaitu perilaku yang
dilakukan untuk mencapai hasilnya, berorientasi pada hasil yang akan dicapai. Symbolic
control yaitu perilaku yang diarahkan oleh kata-kata yang dirumuskan atau
diarahkan untuk antisipasi yang diimajinasikan dari hasil yang akan dicapai.
Beberapa
ide umum tentang pengalaman belajar adalah sebagai berikut:
1. Keterlibatan
dalam pengalaman belajar mempunyai pengaruh penting terhadap pembelajaran.
2. Suasana yang
bebas dan penuh kepercayaan akan menunjang kehendak siswa untuk melaksanakan
tugas sekalipun mengandung resiko.
3. Strategi yang
mendalam dapat dipergunakan dan berpengaruh penting terhadap beberapa aspek, seperti
usia, kematangan, kepercayaan, dan penghargaan terhadap orang lain.
4. Pada umumnya
pembelajaran berpengaruh pada hal-hal khusus seperti menghargai orang lain dan
bersikap hati-hati kepada yang baru dikenal.
5. Terdapat banyak
pengaruh yang dapat dipelajari melalui model (orang tua dan guru) dan siswa
berusaha menirunya.
Pengalaman
belajar seseorang juga dipengaruhi oleh gaya belajar dan cara belajar. Pada awal pengalaman belajar, langkah pertama
yang perlu dilakukan adalah mengenali modalitas belajar masing-masing, yaitu
cara menyerap informasi dengan mudah. Misalnya dengan modalitas dalam bentuk
visual (belajar melalui indra penglihatan), auditorial (belajar melalui indra
pendengaran), atau kinestetik (belajar melalui gerak dan sentuhan).
Hakikat anak berkesulitan belajar
Setiap anak
memiliki potensi yang berbeda. Karena itu setiap anak memerlukan perlakuan
khusus agar dapat mengoptimalkan potensinya. Beberapa perlakuan yang sifatnya
umum memang ada untuk diterapkan pada semua siswa, namun perlakuan tersebut
tidak boleh mengorbankan kebutuhan individual person.
Dalam
kegiatan pembelajaran di sekolah, kita sering dihadapkan dengan sejumlah karakteristik siswa
yang beragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya dengan lancar
tanpa mengalami kesulitan, dan ada pula siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan tertentu untuk
mencapai hasil belajar. Kesulitan ini dapat bersifat fisiologis, sosiologis
atau psikologis.
Anak yang
berkesulitan belajar (learning disabilities) adalah anak yang memiliki
kesulitan belajar dalam proses psikologi
dasar, sehingga menunjukkan hambatan dalam belajar berbicara, mendengar,
menulis, membaca dan berhitung. Mereka memiliki potensi kecerdasan yang baik tetapi
berprestasi rendah, bukan disebabkan tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
gangguan emosisonal, gangguan ekonomi, social atau budaya.
The
National Joint Committee for Learning Disabilities Definition menjelaskan bahwa kesulitan belajar
adalah istilah umum yang merujuk pada sebuah grup heterogen dari kelainan (disorder)
yang ditunjukkan dengan kesulitan penggunaan mendengarkan, berbicara, membaca,
menulis, daya nalar atau kemampuan matematis. Kelainan ini berasal dari diri
individu dan diduga karena disfungsi central nervous system. Meskipun
kesulitan belajar mungkin muncul secara serentak dengan kondisi laian yang
menghalangi, misalnya kerusakan sensori, keterlambatan mental, gangguan social,
emosional, atau pengaruh lingkungan. Kesulitan belajar bukanlah akibat yang
ditimbulkan secara langsung oleh pengaruh di atas. Masalah anak berkesulitan
belajar adalah bahwa mereka tidak mencapai level yang setaraf dengan
intelegensi mereka, tetapi mereka tidak memperlihatkan permasalahan akademis
sebagai akibat langsung dari kondisi yang menghalanginya.
Di Indonesia,
anak dengan kebutuhan khusus dalam istilah perundang-undangan dikkenal sebagai
anak berkelainan (Pasal 5:2 UUSPN no. 20/2003). Dalam UUSPN yang lama No.
2/1989 dan PP. No. 72/1991 disebut berkelainan fisil dan/atau mental dan/atau
perilaku. Mereka terdiri atas tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
tuna laras, dan tunaganda.
Ada beberapa
klasifikasi anak dengan problem belajar. Data departemen Pendidikan Amerika
Serikat mengelompokkan anak dengan problem belajar menjadi:
a. Anak
berkesulitan belajar
b. Gangguan wicara
c. Retardasi mental
d. Gangguan emosi
e. Gangguan fisik
dan kesehatan
f.
Gangguan pendengaran
g. Gangguan
penglihatan
h. Dan tuna ganda
Fator-faktor penyebab
anak kesulitan belajar:
Ada beberapa factor yang
menjadi penyebab anak mengalami problem belajar. Secara umum dapat dijelaskn
sebagai berikut:
1. Perbedaan
tingkat kecerdasan
Setiap anak, sekalipun kembar, tidak
ada yang sama. Perbedaan individual ini menyebabkan perbedaan pula dalam
memberikan pelayanan yang sesuai dengan masing-masing anak. Misalnya perbedaan
tingkagt kecerdasan, perbedaan kreativitas, perbedaan cacat fisik, perbedaan
kebutuhan khusus, dan perbedaan perkembangan kognisi.
Salah
satu jenis tes kecerdasan adalah yang dikembangkan oleh Thurstone yang dikenal
dengan primaary mental abiities test. Tes ini meliputi kemampuan verbal (verbal
comprehension), kemampuan matematis (numerical comprehension), kemampuan ruang (spatial
comprehension), reasoning dan perceptual speed. Till menggolongkan tingkat IQ
seseorang sebagai berikut:
-
IQ<50 =
tunagrahita (cacat mental)
-
50-70 =
tunagrahita ringan
-
70-90 = slow
learner
-
90-110 =
rata-rata
-
110-130 = anak
cerdas, superior
-
IQ>140 =
genius
Perbedan
kecerdasan tersebut merupakan salah satu faktor penyebab anak akan mengalami
problem belajar jika mereka dimasukkan ke dalam kelas-kelas biasa atau reguler.
2.
Perbedaan kreativitas
Perbedaan
kreativitas juga dapat menjadi sumber penyebab anak mengalami kesulitan
belajar. Untuk mata pelajaran tertentu yang membutuhkan tingkat imajinasi dan
kreativitas tinggi seperti matematika,fisika, kimia, potensi kreativitas ini
sangat diperlukan. Untuk itu, guru harus memahami cara memupuk dan mengelola
potensi kreativitas ini sehingga tidak menjadi suber kesulitan belajar.
3.
Perbedaan
kelainan/cacat fisik
Perbedaan
individu dalam hal cacat fisik antara lain: kelainan penglihata (tunanetra),
kelainan pendengaran (tunarungu), kelainan wicara (tunawicara), kelainan
anggota tubuh dan gangguan motorik karena kerusakan tak (tunadaksa).
Anak-anak
yang mengalami hambatan-hambatan di atas akan mengalami kesulitan dalam
mengikuti pendidikan reguler sehingga memerlukan layanan yang berbeda dalam
rangka membantu perkembangan pribadi mereka.
4.
Perbedaan
kebutuhan khusus
Menurut
Maslow, setiap individu memiliki kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis,
kebutuhan rasa aman, cinta, dihargai dan aktualisasi diri. Dengan memerhatikan kebutuhan individual
setiap anak, kesulitan individu dapat dikurangi dan pengabaian pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan tersebut menjadi sumber timbulnya kesulitan belajar pada
anak.
5.
Perbedaan
pertumbuhan dan perkembangan kognisi
Jika
pada usia tertentu, anak belum mencapai taraf perkembanagn yang diharapkan,
mungkin ia berada dalam kondisi tingkat kematangan yang berbedadengan ratarata
anak padda umumnya. Sebaliknya, pada usia tertentu anak telah mencapai tingkat
perkembangan yang emlampaui batas kelompok usianya, mungkin a memiliki tingkat
kematangan yang jauh lebih cepat dari ada anak-anak pada umumnya. Dalam kondisi
seperti inilah, kemungkinan problem belajar pada diri anak akan muncu jika
tidak mendpatkan perhatian dan pelayanan yang sesuai dari guru dan orang tua.
B. Jenis-jenis kesulitan
Belajar
Ada berbagai macam jenis kesulitan belajar, yaitu
diskalkulia, disleksia, disgrafia, dispasial, kearning disorder (kekacauan
belajar), learning disfunction, under achiever, slow learner, dan learning disabilities.
1. Disleksia (dyslexia)
Disleksia adalah salah satu
karakteristik kesulitan belajar pada anak yang memiliki masalah dalam bahasa
tertulis, oral, ekspresif atau reseptif (Lerner:2000)[4].
Ada berbagai definisi yang dikemukakan oleh tokoh tentang disleksia, namun ada
kesepakatan secara umum mengenai definisi disleksia yang dirumuskan dalam 4
bagian (Hynd dalam Lerner, 2000)[5],
yaitu:
-
Disleksia memiliki dasar biologis dan dikarenakan
kondisi neurologis bawaan
-
Masalah dislekksia bertahan sampai remaja dan dewasa
-
Disleksia memiliki dimensi perceptual, kognitif dan
bahasa
-
Disleksia mengarah pada kesulitan di banyak area
kehidupan sebagai individu dewasa
Karakteristik anak disleksia:
a. Inakurasi dalam
membaca, seperti membaca lambat kata demi kata jika dibandingkan dengan anak
seusianya, intonasi suara turun naik tidak beraturan.
b. Tidak dapat
mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional
c. Sering terbalikk
dalam mengenali huruf dan kata, misalnya antara saku dan kusi
d. Sering
mengulangi dan menebak kata-kata atau frasa
e. Kesulitan dalam
memahami apa yang dibaca, anak tidak mnegerti isi bacaan
f.
Kesulitan mengurutkan huruf-huruf dalam kata
g. Sulit
menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata
h. Sulit mengeja
secara benar
i.
Membaca kata dengan benar di satu halaman, tapi salah
di halaman lainnya
j.
Rancu dengan kata-kata singkat, misalnya dari, ke,
buat, dll.
k. Lupa meletakkan
titik dan tanda baca lainnya.
2. Diskalkulia (dyscalculia)
Secara umum, diskalkulia berarti
ketidak mampuan dalam menghitung. Ada dua macam masalah diskalkulia, yaitu:
-
Masalah yang berhubungan secara langsung
Masalah yang berhubungan secara langsung adalah masalah dalam
penulisan nagka dan symbol matematika, membaca symbol matematika, berhitung,
mengikuti langkah dalam menyelesaikan masalah yang bertingkat serta
penyelesaian soal cerita.
-
Masalah yang berhubungan secara tidak langsung
Masalah yang berhubungan secara tidak langsung adalah kkesulitan dalam
mengukur sesuatu (bisa berdasarkan berat, panjang, ukuran atau wakktu
pemunculan), perceptual disorder (misalnya kesulitan dalam koordinasi
mata dan tangan), behavior problems (misalnya ketidaksabaran dalam
menyelesaikan sesuatu, tidak perhatian, dll)
Menurut Lerner (1981)[6],
ada beberapa karakteristik anak bekesulitan belajar, yaitu:
a. Kesulitan
mengenal dan memahami symbol
Anak diskalkulian sering mengalami kesulitan dalam mengenal
dan menggunakan symbol-simbol matematika, seperti +, -, =, >, < dan
sebagainya. Kesulitan semacam ini disebabkan adanya gangguan memori dan adanya
gangguan persepsi visual.
b. Gangguan
hubungan keruangan
Yang dimaksud hubungan keruangan di sini adalah gangguan
pemahaman tentang system belajar secara keseluruhan. Contoh: anak tidak tahu bahwa
angka 3 lebih dekat dengan angka 4 dari pada dengan angka 6.
c. Kesulitan
memahami konsep waktu
Pemahaman tentang waktu biasanya hanya meliputi sebentar,
lama, kemarin, besok, dan sebagainya. Pemahaman tersebut diperoleh anak karena
adanya komunikasi dengan lingkungan social. Sedangkkan mengetahui angka waktu/
jam anak merasa kesulitan.
d. Kesulitan
memahami konsep kuantitas (jumlah)
Pada umumnya, anak memahami konsep kuantitas dari pergaulan
mereka dengan lingungan sosialnya. Gangguan fungsi otak dan lingkungan social
yang tidak kondusif dapat menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam memahami
konsep kuantitas, seperti sedikit, banyak, lima, tujuh dan lain sebagainya.
e. Asosiasi visual-motor
Bentukk asosiasi visual-motor merupakan bentuk kesulitan belajar yang
lebih menekankan proses belajar mereka dengan cara hanya menghafal bilangan
tanpa memahami makknanya. Misalnya anak tidak dapat menghitung benda-benda
secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya “satu, dua, tiga, empat, lima”.
Anak mungkin baru memgang benda yang ketiga tapi telah mengucapkan lima. Ini
merupakan bentuk kesulitan belajar berhitung dalam perkataan dengan motoriknya.
Alternatif bantuan kepada anak yang
mengalami diskalkulia:
Sebelum
obsevasi, kkonselor melaksanakan beberapa persiapan, yaitu menentukan alat
pengumpulan data yang akurat dan valid.
a. Metode tes hasil
belajar
Melalui tes hasil belajjar, kita dapat mengetahui mengetahui
tingkat pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang dimiliki siswa tentang
materi operasi hitung penjumlahan.
b. Observasi siswa
yang mengalami diskalkulia
Dalam tahapan observasi ini, guru menentukan siswa yang akan
diberikan bimbingan. Pelaksanaan observasi bisa dengan melihat nilai-nilai soal
latihan ataupun hasil tes matematika siswa, membuat catatan anekdot, yakni guru
melihat tingkah laku siswa ketika sedang mengikuti pelajaran matematika.
Kemudian Tanya jawab seputar nilai yang diperoleh siswa dan melihat latar
belakang anak dengan memerhatian biodata siswa. Setelah melakukan obserrvasi,
guru menentukan siswa yang mengalami kesulitan dalam berhitung yang akan
diberikan bimbingan.
c. Identifikasi
penyebab anak mengalami diskalkulia
Ada dua fakktor penyebab anak
mengalami diskalkulia yaitu:
1) Factor intern
-
Kelemahan emosional
Seperti ketidakmampuan siswa dalam menyesuaikan diri,
tercekam rasa takut yang berlebihan, benci dan antipasti, serta ketidakmatangan
dalam emosinya, tidak pekka terhadap orang lain.
-
Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap
yang salah, seperti kurangnya perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah,
malas dalam belajar dan tingkah laku yang kurang baik, seperti bolos atau tidak
mengikuti pelajaran.
-
Kesehatan sering terganggu.
Kesehatan lemah sehingga mudah terserang penyakit.
2) Factor ekstern
-
Factor keluarga, meliputi kemampuan ekonomi orang tua
kurang memadai, fasilitas belajar kurang memenuhi, sikap orang tua yang tidak
memperhatikan pendidikana anaknya.
-
Factor sekolah dan masyarakat. Di antaranya yaitu sifat
kurikulum yang kurang fleksibel, metode pengajaran yang diberikan guru kurang
sesuai, dll.
Melaksanakan bimbingan
kepada anak diskalkulia:
a. Pelaksanaan
pembelajaran yang dilakukkan guru:
1. Mengajarkkan
prasyarat belajar matematika
2. Mengajarkan konsep
konkrit sebelum konsep abstrak
3. Teknik yang
dapat digunakan antara lain lembar kerja, permainan, teknik managemen perilaku
(seperti memberikan reward bila tugas yang telah diselesaikan)
4. Mengajari siswa
untuk melakukan generalisasi pada situasi baru
5. Mengajarkan kosa
kata matematis
6. Mengizinkan
penggunaan jari dan menghitung di kertas
7. Menggunakan
diagram dan menggambar konsep-konsep matematika
8. Menggunakan
ritme dan music untuk engajarkan fakta-fakta matematika dan merangkaiakkan
langkah-langkah menjadi suatu irama.
b. Memberikan
latihan-latihan untuk meningkatkan keterampilan belajar
Setelah siswa seluruh kelas faham, guru sering memberikan
soal-soal latihan siswa diskalkulia agar lebih memahami cara penyelesaian yang
benar, meskipun hasilnya juga masih belum memuaskan, guru harus tetap member bimbingan
dan semangat kepada siswa tesebut bahwa jikka dia rajin belajar, maka tida ada
sesuatu yang sulit. Setiap selesai pembimbingan, siswa yang mengalami
diskalkulia selalu diberi PR untuk dikerjakan di rumah agar mau belajar dan
berlatih menghitung.
c. Pengembangan
sikap dan kebiasaan yang baik
Menentukan motivasi yang tepat untuk siswa, membantu siswa agar mengatur
waktu belajarnya, membiasakkan siswa mengerjakan tugas-tugas secara teratur,
bersih dan rapi, menumbuhkan rasa percaya diri untuk bertanya tentang hal-hal
ayang belum dimengerti.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setiap individu
memiliki perbedaan, baik dari segi fisik, psikis, emosi, dan latar belakang.
Hal itu mempengaruhi proses belajar siswa. Ada siswa yang cepat menangkap
pelajaran dan ada pula siswa yang lambat.
Anak yang
berkesulitan belajar (learning disabilities) adalah anak yang memiliki
kesulitan belajar dalam proses psikologi
dasar, sehingga menunjukkan hambatan dalam belajar berbicara, mendengar,
menulis, membaca dan berhitung. Mereka memiliki potensi kecerdasan yang baik
tetapi berprestasi rendah, bukan disebabkan tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
gangguan emosisonal, gangguan ekonomi, social atau budaya.
Di antara kesulitan belajar adalah kesulitan belajar
matematika (diskalkulia), kesulitan membaca (diseleksia), underachiever,dll.
Penyebabnya diduga karena teerdapat kelainan neurologis pada otak. Untuk menangani kasus anak
berkesulitan belajar, perlu dilakukan bimbingan dan konseling di sekolah.
B.
Saran
Dalam melakukan tindakan bantuan kepada anak yang bermasalah,
guru harus mempelajari latar belakang anak yang bermasalah, guru harus
mempelajari latar belakang anak mengalami masalah. Selain itu guru harus meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman terhadap problem-problem belajar yang dialami siswa,
dengan merancang dan mengelola proses belajar mengajar yang mengakomodasi siswa
dengan gangguan kesulitan
belajar.
REFERENSI
Hamdani. 2012. Bimbingan dan
Penyuluhan. Bandung: CV Pustaka Setia. Lerner, M.
Lerner, M. Richard (2000). Concepts and Theories of Human Development. Canada: Library of
Congress. Publishing Company, Inc.
Richard (2000). Concepts and Theories of
Human Development. Canada: Library of Congress. Publishing Company, Inc.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan. 2007. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Cet. IV. Jakarta: Balai Pustaka.
W.S. Winkel. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.
Jakarta: Gramedia.
[1]
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan. 2007. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Cet. IV. Jakarta: Balai Pustaka.
[2]
W.S. Winkel. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.
Jakarta: Gramedia.
[3]
Hamdani. 2012. Bimbingan dan Penyuluhan. Bandung: CV Pustaka Setia. Hlm.
189.
[4]
Lerner, M. Richard (2000). Concepts and Theories of Human Development. Canada: Library of
Congress. Publishing Company, Inc.
[5]
Lerner, M. Richard (2000). Concepts and Theories of Human Development. Canada: Library of
Congress. Publishing Company, Inc.
[6]
Hamdani. 2012. Bimbingan dan Penyuluhan. Bandung: CV Pustaka Setia. Hlm.
197.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar