Sabtu, 15 Juni 2013

Bimbingan dan Konseling untuk Anak Berkesulitan Belajar

       Setiap anak memiliki potensi yang berbeda. Karena itu setiap anak memerlukan perlakkuan khusus agar dapat mengoptimalkan potensinya. Beberapa perlakuan yang sifatnya umum memang ada untuk diterapkan pada semua siswa, namun perlakuan tersebut tidak boleh mengorbankan kebutuhan individual person. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya dengan lancar tanpa mengalami kesulitan, dan ada pula siswa yang mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Kesulitan ini dapat bersifat fisiologis, sosiologis atau psikologis.
The National Joint Committee for Learning Disabilities Definition menjelaskan bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum yang merujuk pada sebuah grup heterogen dari kelainan (disorder) yang ditunjukkan dengan kesulitan penggunaan mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, daya nalar atau kemampuan matematis. Kelainan ini berasal dari diri individu dan diduga karena disfungsi central nervous system. Meskipun kesulitan belajar mungkin muncul secara serentak dengan kondisi lain yang menghalangi, misalnya kerusakan sensori, keterlambatan mental, gangguan social, emosional, atau pengaruh lingkungan. Kesulitan belajar bukanlah akibat yang ditimbulkan secara langsung oleh pengaruh di atas. Masalah anak berkesulitan belajar adalah bahwa mereka tidak mencapai level yang setaraf dengan intelegensi mereka, tetapi mereka tidak memperlihatkan permasalahan akademis sebagai akibat langsung dari kondisi yang menghalanginya.
Oleh karena itulah perlakuan yang diberikan pada siswa dalam pembelajaran juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kesulitan belajar anak. Agar perlakuan tersebut dapat mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri anak. Maka pendidik, konselor dan orang tua seharusnya mengerti dan memahami tentang hambatan-hambatan yang mungkin terjadi pada anak, serta mengetahui cara-cara yang dapat dilakukan untuk megatasi kesulitan belajar pada anak. Pada kesempatan ini, penulis akan membahas tentang bimbingan terhadap kesulitan belajar khusus.
A.     Pengertian masalah dan Anak Berkesulitan Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), masalah berarti sesuatu yang harus diselesaikan[1]. Masalah merupakan sesuatu yang merintangi , menghambat atau mempersulit seseorang untuk mencapai makksud dan tujuan tertentu (Winkel, 1985).[2] Dengan demikian, kondisi bermasalah mengganggu dan dapat merugikan individu ataupun lingkungannya. Sehingga masalah perlu diselesaikan atau diatasi dan apabila dibiarkan akan merugikan.
Asumsi tingkah laku bermasalah:
1.      Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negative atau yang tidak tepat/sesuai dengan lingkungan.
2.      Tingkah laku yang salah terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang salah pula.
3.      Tingkah laku negative terjadi karena kesalah pahaman dalam merespon lingkungan dengan tepat.
4.      Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar.
Perkembangan dan perubahan perilaku dalam belajar
Menurut Robert J. Havighurst,seseorang harus mampu melakukan tugas-tugas perkembangannya. Hal ini karena kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugasnya merupakan keberhasilan yang memberikan kebahagiaan, serta member jalan bagi tugas-tugas berikutnya.setiap tahap perkembangan individu harrus sejalan dengan perkembangan aspek-aspe lainnya, yaitu fisik, psikis, emosional, moral dan social.
            Dalam perkembangan dan perubahan manusia, terdapat hokum-hukkum dan prinsip-prinsip yang diperoleh melalui penelitian, kajian teori dan praktik. Carol Getswicki (1995)[3] mengemukakkan bahwa hokum tersebut antara lain sebagai berikut:
1.      Dalam perkembangan terdapat urutan yang dapat diramalkan.
2.      Pekembangan pada suatu tahap merupakan landasan bagi perkembanagn berrikutnya.
3.      Dalam perkembangan terdapat waktu-waktu yang optimal.
4.      Perkembangan itu maju berkelanjutan dan semua aspeknya merupakan kesatuan yang saling memengaruhi.
5.      Setiap individu berkembang sesuai dengan waktunya masing-masing.
6.      Perkembangan berlangsung dari yang sederhana pada yang kompleks, dari yang umum pada yang khusus.
Berkaitan dengan perkembangan dan perubahan, manusia mengalami perubahan perilakau sebagai fungsi pengalaman. Di dalamnya tercakup perubahan-perubahan afektif, motorik dan kognitif yang tidak dihasilkan oleh sebab-sebab lain. Albert Bandura menjelaskan bahwa system pengendalian perilaku  adalah perubahan perilaku sebagai fungsi pengalaman. Misalnya tentang system pengendalian perilaku yang disebut dengan stimulus control , yaitu perilaku yang muncul di bawah pengendalian stimulus eksternal, seperti bersin, bernafas, dan mengedipkan mata.  Outcome control yaitu perilaku yang dilakukan untuk mencapai hasilnya, berorientasi pada hasil yang akan dicapai. Symbolic control yaitu perilaku yang diarahkan oleh kata-kata yang dirumuskan atau diarahkan untuk antisipasi yang diimajinasikan dari hasil yang akan dicapai.
            Beberapa ide umum tentang pengalaman belajar adalah sebagai berikut:
1.      Keterlibatan dalam pengalaman belajar mempunyai pengaruh penting terhadap pembelajaran.
2.      Suasana yang bebas dan penuh kepercayaan akan menunjang kehendak siswa untuk melaksanakan tugas sekalipun mengandung resiko.
3.      Strategi yang mendalam dapat dipergunakan dan berpengaruh penting terhadap beberapa aspek, seperti usia, kematangan, kepercayaan, dan penghargaan terhadap orang lain.
4.      Pada umumnya pembelajaran berpengaruh pada hal-hal khusus seperti menghargai orang lain dan bersikap hati-hati kepada yang baru dikenal.
5.      Terdapat banyak pengaruh yang dapat dipelajari melalui model (orang tua dan guru) dan siswa berusaha menirunya.
Pengalaman belajar seseorang juga dipengaruhi oleh gaya belajar dan cara belajar.  Pada awal pengalaman belajar, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengenali modalitas belajar masing-masing, yaitu cara menyerap informasi dengan mudah. Misalnya dengan modalitas dalam bentuk visual (belajar melalui indra penglihatan), auditorial (belajar melalui indra pendengaran), atau kinestetik (belajar melalui gerak dan sentuhan).
Hakikat anak berkesulitan belajar
Setiap anak memiliki potensi yang berbeda. Karena itu setiap anak memerlukan perlakuan khusus agar dapat mengoptimalkan potensinya. Beberapa perlakuan yang sifatnya umum memang ada untuk diterapkan pada semua siswa, namun perlakuan tersebut tidak boleh mengorbankan kebutuhan individual person.
            Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita sering dihadapkan dengan sejumlah karakteristik siswa yang beragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya dengan lancar tanpa mengalami kesulitan, dan ada pula siswa yang mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Kesulitan ini dapat bersifat fisiologis, sosiologis atau psikologis.
Anak yang berkesulitan belajar (learning disabilities) adalah anak yang memiliki kesulitan belajar dalam proses  psikologi dasar, sehingga menunjukkan hambatan dalam belajar berbicara, mendengar, menulis, membaca dan berhitung. Mereka memiliki potensi kecerdasan yang baik tetapi berprestasi rendah, bukan disebabkan tunanetra, tunarungu, tunagrahita, gangguan emosisonal, gangguan ekonomi, social atau budaya.
The National Joint Committee for Learning Disabilities Definition menjelaskan bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum yang merujuk pada sebuah grup heterogen dari kelainan (disorder) yang ditunjukkan dengan kesulitan penggunaan mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, daya nalar atau kemampuan matematis. Kelainan ini berasal dari diri individu dan diduga karena disfungsi central nervous system. Meskipun kesulitan belajar mungkin muncul secara serentak dengan kondisi laian yang menghalangi, misalnya kerusakan sensori, keterlambatan mental, gangguan social, emosional, atau pengaruh lingkungan. Kesulitan belajar bukanlah akibat yang ditimbulkan secara langsung oleh pengaruh di atas. Masalah anak berkesulitan belajar adalah bahwa mereka tidak mencapai level yang setaraf dengan intelegensi mereka, tetapi mereka tidak memperlihatkan permasalahan akademis sebagai akibat langsung dari kondisi yang menghalanginya.
Di Indonesia, anak dengan kebutuhan khusus dalam istilah perundang-undangan dikkenal sebagai anak berkelainan (Pasal 5:2 UUSPN no. 20/2003). Dalam UUSPN yang lama No. 2/1989 dan PP. No. 72/1991 disebut berkelainan fisil dan/atau mental dan/atau perilaku. Mereka terdiri atas tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tuna laras, dan tunaganda.
Ada beberapa klasifikasi anak dengan problem belajar. Data departemen Pendidikan Amerika Serikat mengelompokkan anak dengan problem belajar menjadi:
a.      Anak berkesulitan belajar
b.      Gangguan wicara
c.       Retardasi mental
d.      Gangguan emosi
e.      Gangguan fisik dan kesehatan
f.        Gangguan pendengaran
g.      Gangguan penglihatan
h.      Dan tuna ganda
Fator-faktor penyebab anak kesulitan belajar:
Ada beberapa factor yang menjadi penyebab anak mengalami problem belajar. Secara umum dapat dijelaskn sebagai berikut:
1.      Perbedaan tingkat kecerdasan
Setiap anak, sekalipun kembar, tidak ada yang sama. Perbedaan individual ini menyebabkan perbedaan pula dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan masing-masing anak. Misalnya perbedaan tingkagt kecerdasan, perbedaan kreativitas, perbedaan cacat fisik, perbedaan kebutuhan khusus, dan perbedaan perkembangan kognisi.
Salah satu jenis tes kecerdasan adalah yang dikembangkan oleh Thurstone yang dikenal dengan primaary mental abiities test. Tes ini meliputi kemampuan verbal (verbal comprehension), kemampuan matematis (numerical comprehension), kemampuan ruang (spatial comprehension), reasoning dan perceptual speed. Till menggolongkan tingkat IQ seseorang sebagai berikut:
-          IQ<50 = tunagrahita (cacat mental)
-          50-70 = tunagrahita ringan
-          70-90 = slow learner
-          90-110 = rata-rata
-          110-130 = anak cerdas, superior
-          IQ>140 = genius
Perbedan kecerdasan tersebut merupakan salah satu faktor penyebab anak akan mengalami problem belajar jika mereka dimasukkan ke dalam kelas-kelas biasa atau reguler.
2.       Perbedaan kreativitas
Perbedaan kreativitas juga dapat menjadi sumber penyebab anak mengalami kesulitan belajar. Untuk mata pelajaran tertentu yang membutuhkan tingkat imajinasi dan kreativitas tinggi seperti matematika,fisika, kimia, potensi kreativitas ini sangat diperlukan. Untuk itu, guru harus memahami cara memupuk dan mengelola potensi kreativitas ini sehingga tidak menjadi suber kesulitan belajar.
3.      Perbedaan kelainan/cacat fisik
Perbedaan individu dalam hal cacat fisik antara lain: kelainan penglihata (tunanetra), kelainan pendengaran (tunarungu), kelainan wicara (tunawicara), kelainan anggota tubuh dan gangguan motorik karena kerusakan tak (tunadaksa).
Anak-anak yang mengalami hambatan-hambatan di atas akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pendidikan reguler sehingga memerlukan layanan yang berbeda dalam rangka membantu perkembangan pribadi mereka.
4.      Perbedaan kebutuhan khusus
Menurut Maslow, setiap individu memiliki kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, cinta, dihargai dan aktualisasi diri.  Dengan memerhatikan kebutuhan individual setiap anak, kesulitan individu dapat dikurangi dan pengabaian pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut menjadi sumber timbulnya kesulitan belajar pada anak.
5.      Perbedaan pertumbuhan dan perkembangan kognisi
Jika pada usia tertentu, anak belum mencapai taraf perkembanagn yang diharapkan, mungkin ia berada dalam kondisi tingkat kematangan yang berbedadengan ratarata anak padda umumnya. Sebaliknya, pada usia tertentu anak telah mencapai tingkat perkembangan yang emlampaui batas kelompok usianya, mungkin a memiliki tingkat kematangan yang jauh lebih cepat dari ada anak-anak pada umumnya. Dalam kondisi seperti inilah, kemungkinan problem belajar pada diri anak akan muncu jika tidak mendpatkan perhatian dan pelayanan yang sesuai dari guru dan orang tua.


B.      Jenis-jenis kesulitan Belajar
Ada berbagai macam jenis kesulitan belajar, yaitu diskalkulia, disleksia, disgrafia, dispasial, kearning disorder (kekacauan belajar), learning disfunction, under achiever, slow learner, dan learning disabilities.
1.      Disleksia (dyslexia)
Disleksia adalah salah satu karakteristik kesulitan belajar pada anak yang memiliki masalah dalam bahasa tertulis, oral, ekspresif atau reseptif (Lerner:2000)[4]. Ada berbagai definisi yang dikemukakan oleh tokoh tentang disleksia, namun ada kesepakatan secara umum mengenai definisi disleksia yang dirumuskan dalam 4 bagian (Hynd dalam Lerner, 2000)[5], yaitu:
-          Disleksia memiliki dasar biologis dan dikarenakan kondisi neurologis bawaan
-          Masalah dislekksia bertahan sampai remaja dan dewasa
-          Disleksia memiliki dimensi perceptual, kognitif dan bahasa
-          Disleksia mengarah pada kesulitan di banyak area kehidupan sebagai individu dewasa
Karakteristik anak disleksia:
a.      Inakurasi dalam membaca, seperti membaca lambat kata demi kata jika dibandingkan dengan anak seusianya, intonasi suara turun naik tidak beraturan.
b.      Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional
c.       Sering terbalikk dalam mengenali huruf dan kata, misalnya antara saku dan kusi
d.      Sering mengulangi dan menebak kata-kata atau frasa
e.      Kesulitan dalam memahami apa yang dibaca, anak tidak mnegerti isi bacaan
f.        Kesulitan mengurutkan huruf-huruf dalam kata
g.      Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata
h.      Sulit mengeja secara benar
i.        Membaca kata dengan benar di satu halaman, tapi salah di halaman lainnya
j.        Rancu dengan kata-kata singkat, misalnya dari, ke, buat, dll.
k.       Lupa meletakkan titik dan tanda baca lainnya.
2.      Diskalkulia (dyscalculia)
Secara umum, diskalkulia berarti ketidak mampuan dalam menghitung. Ada dua macam masalah diskalkulia, yaitu:
-          Masalah yang berhubungan secara langsung
Masalah yang berhubungan secara langsung adalah masalah dalam penulisan nagka dan symbol matematika, membaca symbol matematika, berhitung, mengikuti langkah dalam menyelesaikan masalah yang bertingkat serta penyelesaian soal cerita.
-          Masalah yang berhubungan secara tidak langsung
Masalah yang berhubungan secara tidak langsung adalah kkesulitan dalam mengukur sesuatu (bisa berdasarkan berat, panjang, ukuran atau wakktu pemunculan), perceptual disorder (misalnya kesulitan dalam koordinasi mata dan tangan), behavior problems (misalnya ketidaksabaran dalam menyelesaikan sesuatu, tidak perhatian, dll)
Menurut Lerner (1981)[6], ada beberapa karakteristik anak bekesulitan belajar, yaitu:
a.      Kesulitan mengenal dan memahami symbol
Anak diskalkulian sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan symbol-simbol matematika, seperti +, -, =, >, < dan sebagainya. Kesulitan semacam ini disebabkan adanya gangguan memori dan adanya gangguan persepsi visual.
b.      Gangguan hubungan keruangan
Yang dimaksud hubungan keruangan di sini adalah gangguan pemahaman tentang system belajar secara keseluruhan. Contoh: anak tidak tahu bahwa angka 3 lebih dekat dengan angka 4 dari pada dengan angka 6.
c.       Kesulitan memahami konsep waktu
Pemahaman tentang waktu biasanya hanya meliputi sebentar, lama, kemarin, besok, dan sebagainya. Pemahaman tersebut diperoleh anak karena adanya komunikasi dengan lingkungan social. Sedangkkan mengetahui angka waktu/ jam anak merasa kesulitan.
d.      Kesulitan memahami konsep kuantitas (jumlah)
Pada umumnya, anak memahami konsep kuantitas dari pergaulan mereka dengan lingungan sosialnya. Gangguan fungsi otak dan lingkungan social yang tidak kondusif dapat menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam memahami konsep kuantitas, seperti sedikit, banyak, lima, tujuh dan lain sebagainya.
e.      Asosiasi visual-motor
Bentukk asosiasi visual-motor merupakan bentuk kesulitan belajar yang lebih menekankan proses belajar mereka dengan cara hanya menghafal bilangan tanpa memahami makknanya. Misalnya anak tidak dapat menghitung benda-benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya “satu, dua, tiga, empat, lima”. Anak mungkin baru memgang benda yang ketiga tapi telah mengucapkan lima. Ini merupakan bentuk kesulitan belajar berhitung dalam perkataan dengan motoriknya.
            Alternatif bantuan kepada anak yang mengalami diskalkulia:
Sebelum obsevasi, kkonselor melaksanakan beberapa persiapan, yaitu menentukan alat pengumpulan data yang akurat dan valid.
a.      Metode tes hasil belajar
Melalui tes hasil belajjar, kita dapat mengetahui mengetahui tingkat pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang dimiliki siswa tentang materi operasi hitung penjumlahan.
b.      Observasi siswa yang mengalami diskalkulia
Dalam tahapan observasi ini, guru menentukan siswa yang akan diberikan bimbingan. Pelaksanaan observasi bisa dengan melihat nilai-nilai soal latihan ataupun hasil tes matematika siswa, membuat catatan anekdot, yakni guru melihat tingkah laku siswa ketika sedang mengikuti pelajaran matematika. Kemudian Tanya jawab seputar nilai yang diperoleh siswa dan melihat latar belakang anak dengan memerhatian biodata siswa. Setelah melakukan obserrvasi, guru menentukan siswa yang mengalami kesulitan dalam berhitung yang akan diberikan bimbingan.

c.       Identifikasi penyebab anak mengalami diskalkulia
Ada dua fakktor penyebab anak mengalami diskalkulia yaitu:
1)      Factor intern
-          Kelemahan emosional
Seperti ketidakmampuan siswa dalam menyesuaikan diri, tercekam rasa takut yang berlebihan, benci dan antipasti, serta ketidakmatangan dalam emosinya, tidak pekka terhadap orang lain.
-          Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap yang salah, seperti kurangnya perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar dan tingkah laku yang kurang baik, seperti bolos atau tidak mengikuti pelajaran.
-          Kesehatan sering terganggu.
Kesehatan lemah sehingga mudah terserang penyakit.
2)      Factor ekstern
-          Factor keluarga, meliputi kemampuan ekonomi orang tua kurang memadai, fasilitas belajar kurang memenuhi, sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikana anaknya.
-          Factor sekolah dan masyarakat. Di antaranya yaitu sifat kurikulum yang kurang fleksibel, metode pengajaran yang diberikan guru kurang sesuai, dll.
Melaksanakan bimbingan kepada anak diskalkulia:
a.      Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukkan guru:
1.      Mengajarkkan prasyarat belajar matematika
2.      Mengajarkan konsep konkrit sebelum konsep abstrak
3.      Teknik yang dapat digunakan antara lain lembar kerja, permainan, teknik managemen perilaku (seperti memberikan reward bila tugas yang telah diselesaikan)
4.      Mengajari siswa untuk melakukan generalisasi pada situasi baru
5.      Mengajarkan kosa kata matematis
6.      Mengizinkan penggunaan jari dan menghitung di kertas
7.      Menggunakan diagram dan menggambar konsep-konsep matematika
8.      Menggunakan ritme dan music untuk engajarkan fakta-fakta matematika dan merangkaiakkan langkah-langkah menjadi suatu irama.
b.      Memberikan latihan-latihan untuk meningkatkan keterampilan belajar
Setelah siswa seluruh kelas faham, guru sering memberikan soal-soal latihan siswa diskalkulia agar lebih memahami cara penyelesaian yang benar, meskipun hasilnya juga masih belum memuaskan, guru harus tetap member bimbingan dan semangat kepada siswa tesebut bahwa jikka dia rajin belajar, maka tida ada sesuatu yang sulit. Setiap selesai pembimbingan, siswa yang mengalami diskalkulia selalu diberi PR untuk dikerjakan di rumah agar mau belajar dan berlatih menghitung.
c.       Pengembangan sikap dan kebiasaan yang baik
Menentukan motivasi yang tepat untuk siswa, membantu siswa agar mengatur waktu belajarnya, membiasakkan siswa mengerjakan tugas-tugas secara teratur, bersih dan rapi, menumbuhkan rasa percaya diri untuk bertanya tentang hal-hal ayang belum dimengerti.


BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Setiap individu memiliki perbedaan, baik dari segi fisik, psikis, emosi, dan latar belakang. Hal itu mempengaruhi proses belajar siswa. Ada siswa yang cepat menangkap pelajaran dan ada pula siswa yang lambat.
Anak yang berkesulitan belajar (learning disabilities) adalah anak yang memiliki kesulitan belajar dalam proses  psikologi dasar, sehingga menunjukkan hambatan dalam belajar berbicara, mendengar, menulis, membaca dan berhitung. Mereka memiliki potensi kecerdasan yang baik tetapi berprestasi rendah, bukan disebabkan tunanetra, tunarungu, tunagrahita, gangguan emosisonal, gangguan ekonomi, social atau budaya.
Di antara kesulitan belajar adalah kesulitan belajar matematika (diskalkulia), kesulitan membaca (diseleksia), underachiever,dll. Penyebabnya diduga karena teerdapat kelainan neurologis pada otak. Untuk menangani kasus anak berkesulitan belajar, perlu dilakukan bimbingan dan konseling di sekolah.
B.      Saran
Dalam melakukan tindakan bantuan kepada anak yang bermasalah, guru harus mempelajari latar belakang anak yang bermasalah, guru harus mempelajari latar belakang anak mengalami masalah. Selain itu guru harus meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap problem-problem belajar yang dialami siswa, dengan merancang dan mengelola proses belajar mengajar yang mengakomodasi siswa dengan gangguan kesulitan belajar.


REFERENSI

Hamdani. 2012. Bimbingan dan Penyuluhan. Bandung: CV Pustaka Setia. Lerner, M.
Lerner, M. Richard (2000). Concepts and Theories of  Human Development. Canada: Library of Congress. Publishing Company, Inc.
Richard (2000). Concepts and Theories of  Human Development. Canada: Library of Congress. Publishing Company, Inc.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. IV. Jakarta: Balai Pustaka.
W.S. Winkel. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia.



[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. IV. Jakarta: Balai Pustaka.
[2] W.S. Winkel. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia.
[3] Hamdani. 2012. Bimbingan dan Penyuluhan. Bandung: CV Pustaka Setia. Hlm. 189.
[4] Lerner, M. Richard (2000). Concepts and Theories of  Human Development. Canada: Library of Congress. Publishing Company, Inc.
[5] Lerner, M. Richard (2000). Concepts and Theories of  Human Development. Canada: Library of Congress. Publishing Company, Inc.
[6] Hamdani. 2012. Bimbingan dan Penyuluhan. Bandung: CV Pustaka Setia. Hlm. 197.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar