Senin, 19 September 2011

PEMBUNUHAN KARAKTER SEJAK DINI DI INDONESIA




Indonesia, negara yang amat kaya dengan keragaman flora, fauna, budaya, dan bahkan tradisi agama, negara yang diberi fasilitas lengkap oleh Tuhan seharusnya menjadi negara yang sangat makmur melebihi negara-negara yang kekurangan SDA. Namun kesemuanya itu akan menjadi malapetaka dan sengketa kalau kita tidak bisa menjaganya dan menyikapinya dengan arif.
Demokrasi merupakan sistem yang sampai saat ini masih dipercaya bangsa Indonesia sebagai sistem yang paling tepat bagi keberlangsungan proses seleksi dan suksesi secara fair bagi tampilnya pemimpin yang dianggap paling memiliki kompetensi baik dari segi integritas maupun keahlian, apapun agama maupun golongannya, kini sedang menghadapi ujian bertubi-tubi di negeri ini.
Ujian terhadap demokrasi muncul dari berbagai dimensi. Mulai dari bidang politik yang berkembang maraknya  berbagai kasus korupsi baik di lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif menunjukkan betapa bobrok sistem birokrasi dan pemerintahan di Indonesia. Politik uang pun semakin merajalela. Belum lagi ketidakpastian hukum yang ditandai dengan masih tidak transparan dan jelasnya hukum di Indonesia, masih banyaknya perlakuan yang tidak setara dalam penegakan hukum. Dalam bidang keagamaan, kekerasan beragama ada pada tingkatan yang tidak dapat ditenggang dalam suatu sistem demokrasi. Dan dalam ekonomi juga keadaan Indonesia sangat menyedihkan.
Mengapa semua ini terjadi? Padahal pelaku utama dari semua masalah di atas adalah para ilmuan, orang-orang yang pintar dan terpelajar di Indonesia. Apa salah mereka? Apa salah kita dan rakyat kecil yang juga terkena imbasnya? Apa salah bangsa Indonesia?
Selama ini bangsa kita terlalu sibuk dan bercita-cita terlalu tinggi dengan menghapus atau memberantas secara langsung masalah-masalah yang sudah mengakar itu. Tapi kita lupa untuk menelaah dan mengevaluasi akar masalah/masalah awal yang telah mengakar dan mungkin tidak disadari oleh semua warga Indoesia yang menyebabkan masalah-masalah besar itu. Akar masalah itu yaitu satu, PENDIDIKAN.
Kita perlu menelaah pendidikan di Indonesia. Mulai dari pendidikan awal, ,masa buaian, prasekolah, sekolah, hingga perguruan tinggi.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terkenal dengan kemahirannya dalam berbicara. Ketika delegasi dari Indonesia mengikuti olimpiade-olimpiade internasional, maka tak jarang juga delegasi tersebut berhasil membawa pulang medali yang membanggakan bangsa. Bahkan delegasi dari Amerika, Jerman, atau Cina pun terkadang terkalahkan. Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya bangsa Indonesia adalah orang-orang yang cerdas dan pintar, meskipun kebanyakan hanya pintar dalam teori karena kurangnya fasilitas untuk praktikum.
Tapi mengapa bangsa kita begitu terpuruk dan sangat jauh tertinggal dari negara-negara maju seperti Cina, Amerika, Jepang yang kadang kita kalahkan saat olimpiade internasional?
Penyebabnya adalah karena selama ini bangsa Indonesia sendiri yang telah membunuh karakter anak-anak generasi penerus bangsa. Bangsa Indonesia sangat bangga dan begitu menyombongkan kebodohan dan penganiayaan terhadap putra putri mereka sendiri.
Indonesia mempunyai sistem/kurikulum pendidikan yang paling banyak di dunia. Bangsa Indonesia terlihat hebat karena bisa dan berhasil mengajarkan calistung (baca, tulis, hitung) kebada balita. Hal ini merupakan fakta yang teraplikasi di Indonesia dengan adanya Play Group (pra TK), TK (taman kanak-kanak), atau mungkin pengajaran yang sudah ditekankan di rumah sebelum memasuki pembelajaran itu.
Salah satu target yang masuk dalam kurikulum pendidikan di play group dan taman kanak-kanak adalah mengantarkan lulusan siswa/siswinya untuk bisa menguasai calistung agar siap berkompeten ketika masuk sekolah dasar. Hal ini merupakan penganiayaan dan kedholiman para pembuat sistem tersebut, para pengajarnya, dan para orang tua. Mereka telah merampas hak-hak anak dalam merasakan dan menikmati kodrat karakteristiknya sebagai anak-anak awal.
Ada beberapa hal yang menyebabkan terlontarnya pernyataan di atas, yaitu:
1.        Play group dan taman kanak-kanak
Dari nama lembaga tersebut (play group dan TK) sudah terlihat jelas bahwa komunitas ini adalah tempat bermain yang terkontrol untuk anak-anak. Tempat mereka merasakan indahnya masa kecil dan tempat awal untuk belajar bersosial dengan orang lain (teman sebaya)
Dalam tingkatan ini anak boleh mulai diperkenalkan dengan calistung. Namun calistung itu harus dikenalkan dengan cara-cara yang menyenangkan. Dan tidak seharusnya perkenalan itu dijadikan sebuah kewajiban yang membelenggu masa-masa anak.
Banyak kasus-kasus di Indonesia yang menyatakan bahwa anak kecil(balita) sudah terjangkit penyakit stress. Banyak anak-anak playgroup dan TK yang mengelu, “Bu, kenapa sih sekolah itu tidak menyenangkan? Kenapa sih sekolah itu sulit?”, begitu lugunya pertanyaan dan pernyataan mereka terlontar. Sehingga tidak heran jika pada masa-masa sekolah selanjutnya mereka menjadi tidak semangat dan malas belajar. Padahal perjalanan pendidikan mereka masih sangat panjang, mulai dari SD, SMP, SMA, kuliah S1, dan pada zaman ini kuliah S2 dan S3 sepertinya juga telah menjadi tuntutan.
Terkadang mereka juga mendapat tekanan dari orang tua yang tidak memahami perkembangan jiwa anaknya. Mereka menuntut anaknya agar bisa calistung sebelum waktunya agar mereka dapat membanding-bandingkan dan menyombongkan anaknya dengan anak orang tua-orang tua lain. Begitu mudahnya mereka menukar kepribadian dan kebebasan anak hanya untuk kegengsian mereka.
Bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya, perkembangan mereka, masa depan mereka, dan masa depan bangsa kita.
2.        Menurut Peaget, seorang tokoh psikologi yang sangat berpengaruh dalam hal pendidikan mengatakan bahwa masa operasional anak adalah dimulai pada umur 7 tahun. Salah satu kemampuan operasional itu adalah calistung. Dan akibat anak yang dipaksa memahami calistung sebelum masa opersional adalah bahwa ketika dewasa dia akan menjadi orang dewasa yng kekanak-kanakan karena masa kecilnya telah direnggut oleh kebodohan dan kebutaan publik.
Denmark, negara yang menerapkan pembelajaran calistung pada usia 7 tahun dianggap sebagia negara yang bebas dari buta huruf. Sedangkan Perancis yang menerapkan calistung pada usia 5 tahun diidentifikasi buta huruf dan hambatan belajar 30% dari penduduknya. Sedangkan kita? Berapa penduduk yang menglami buta huruf? Hampir tidak terhitung.
3.        Dari segi medis, otot-otot, syaraf, dan fungsi fisiologis balita belum mencapai kesempurnaan. Sehingga jelas dan wajar jika balita tidak bisa duduk dengan tenang mendengar dan menyimak pelajaran calistung. Mereka belum mampu untuk disuruh duduk dengan tenang dalam waktu yang lama, mereka suka berlari-lari. Hal tersebut bukan semata karena mereka nakal/bandel, tapi fungsi fisiologisnya jugalah yang ikut mempengaruhi tingkah lakunya. Sehingga sangat tidak etis jika kita memaksa sesuatu yang belum waktunya.
4.        Penelitian mutakhir para psikolog, psikiater, dan ilmuan telah menyatakan bahwa keberhasilan seseorang dalam menjalankan hidupnya hanya 15% yang dipengaruhi oleh IQ (Intelligence Quation). Sedangkan 85%nya ditentukan oleh EQ (Emosional Quation) dan SQ (Spiritual Quation).
Bangsa kita selama ini terlalu suka membesarkan hal-hal yang kecil dan melupakan hal-hal yang besar.
Bangsa kita terlalu sibuk mempersiapkan dengan paksa agar anaknya menjadi seorang yang jenius dan mempunya IQ yang tinggi. Padahal kita lupa bahwa selain  itu ada faktor lain yang lebih besar pengaruhnya terhadap keberhasilan kehidupan seseorang, yaitu EQ dan SQ.
Bangsa kita selalu membanggakan anak yang pintar calistung dan kurang menghargai anak yang berbakat lain dalam EQ maupun SQ.
Beberapa orang yang berkecimpung dalam penentuan peraturan kurikulum playgroup/TK telah mengetahui masalah seriuas ini, namun kebanyakan mereka lebih memilih untuk menutup mata dan larut dalam kebodohan publik. Mereka banyak mengatakan, “ kami mengetahui dan menyadari tentang masalah kepribadian anak ini, namun kami tidak bisa menerapkannya. Karena jika ada anak yang keluar dari lembaga ini dan belum bisa calistung, maka lembaga ini tidak akan mendapatkan kepercayaan dari walimurid lagi dan lembaga ini tidak akan laku lagi”.
Betapa kejamnya mereka yang menukar kepribadian anak hanya untuk profit dan kepentingan bisnis semata. Mereka lupa bahwa anak adalah generasi bangsa yang akan memperjuangkan kemakmuran bangsa ini. Anak merupakan aset penting dunia dan kahirat.
Jika mereka hanya dibekali dengan IQ tanpa EQ dan SQ yang cukup, maka hasilnya akan sama dengan kebanyakan kasus di Indonesia saat ini (orang-orang pintar yang menyalah gunakan jabatannya, menyakiti rakyat, korupsi, dan hal-hal mengerikan lainnya).
Laporan terakhir lembaga terkemuka di dunia menunjukkan bahwa tanpa adanya perubahan serius dalam penataan kelembagaan dan institusi kita, akan sangat sulit bagi Indonesia untuk mengalami perubahan ke arah yang lebih baik dan berkompetisi di dunia global dalam jangka panjang. Oleh karena itu kita harus berani menciptakan perubahan untuk kebaikan bersama di masa mendatang, meski harus menanggung resiko sementara untuk saat ini