PANDANGAN DAN KRITIK TENTANG MANUSIA MENURUT PLATO DAN THOMAS AQUINUS
Jiwa menurut Plato sudah berada sebelum bersatu dengan badan. Persatuan jiwa dengan badan merupakan hukuman karena kegagalan jiwa untuk memusatkan perhatiaannya kepada Dunia Ide. Jadi manusia mempunyai pra-eksistensi, yaitu sudah berada sebelum dipersatukan dengan badan jatuh ke dunia ini.
Jadi yang dimaksud dengan ‘pribadi’ oleh Aquinus adalah masing-masing manusia individual (manusia yang riil dan konkrit). Manusia adlah substansi yang komplet terdiri dari badan (materia) dan jiwa (forma). Manusia sebagai satu substansi bukan hanya terdiri dari badannya saja atau jiwanya saja, tetapi merupakan kesatuan yang utuh antara jiwa dan badan. Namun jika badan dijiwai oleh jiwa, atau jiwa menjiwai badan, maka terjadilah suatu pribadi yang lengkap dan mempunyai jatidiri.
Tetapi tidak setiap kesatuan jiwa-badan boleh disebut pribadi. Menurut Aquinis, forma dari setiap benda hidup di dunia ini disebut jiwa. Tetapi untuk bisa disebut pribadi, jiwa dalam kesatuan jiwa-badan tersebut haruslah jiwa rasional. Maka ‘pribadi’ menurut Aquinus adalah makhluk individual yang mempunyai kodrat rasional.
a. Menurut Aquinus, jiwa manusia diciptakan secara langsung oleh Allah tanpa hubungan dengan badan. Namun dalam temuan biologi menyatakan bahwa dalam tubuh orang tua terdapat gen-gen (DNA) dalam kromosom yang akan menentukan sifat anak, perangai bakat, intelek, dll. Begitu juga dengan lingkungan yang turut andil dalam mempengaruhi pembentukan diri seseorang, sebab dalam perkembangan manusia selalu terlibat dalam pergaulan dengan dunia luar. Dan manusia juga sangat memerlukan bimbingan dan pendidikan sehingga mereka bisa mempraktekkan kemanusiaan mereka dan memainkan peran sesuai dengan yang dikehendaki Allah dalam kehidupan ini.
b. Plato yang melihat manusia sebagai homo-metafisikus(satu-satunya makhluk yang mampu menembus penampakan mencapai realitas mutlak). Padahal manusia mempunyai kemampuan yang terbatas (homo-limitus), yaitu dibatasi oleh keterbatasan akal, perasaan, dan nafsu. Sehingga menciptakan persepsi yang berbeda-beda pada setiap manusia. Yang mengakibatkan kebenaran yang satu berbeda dengan kebenaran yang lain sehingga tak akan mencapai realitas/kebenaran mutlak karena kebenaran mutlak hanyalah milik Allah semata.
c. Saya setuju dengan gagasan yang dikemukakan oleh Plato tentang teori 2 dunia yang terpisah, yaitu dunia inderawi (sebuah dunia benda-benda jasmani yang selalu berubah, plural dan oleh karenanya semu) dan dunia ideal (tempat bersemayamnya ide-ide yang bersifat kekal, tunggal, dan oleh karenanya sejati). Hanya saja dalam Islam istilahnya berbeda. Dunia ide sebelum manusia dilahirkan di dunia disebut zaman azali dan setelah meninggal ada dunia ide yang kekal yaituu alam akhirat, sedangkan dunia inderawi (di dunia) hanyalah bersifat sementara dan tidak kekal. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-A’raaf:172
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"<al-A'rof:172>
d. Namun saya tidak setuju dengan Plato yang mengatakan bahwa persatuan jiwa dengan badan merupakan hukuman karena kegagalan jiwa untuk memusatkan perhatiaannya kepada Dunia Ide. Karena manusia diciptaka di dunia adalah sebagi kholifah, pengemban amanat yang diuji dan diberi kelebihan untuk memilih (menjadi orang baik atau sesat) agar mengetahui siapa yang benar-benar bertakwa dalam keadaan apapun di dunia ini.
REFERENSI
Hadi, Hardono. Jati Diri Manusia (Berdasar Organisme Whitehead). 1996. Kanisus: Yogyakarta.
Gahral Adian, Donny. Matinya Metafisika Barat. 2001. Komunitas Bambu: Jakarta.
Faqih, Ammar. Jadilah Mu’min sejati. 1980. PT. bina Ilmu: Surabaya.
Al-Hasyimi, Muhammad Ali. Muslim ideal. 2004. Pustaka Pelajar Offset: Yogyakarta.
Davies, Paul. Membaca Pikiran Tuhan. 2002. Pustaka Pelajar Offset: Yogyakarta.
1. Pandangan Tentang Manusia Menurut Plato
Menurut Plato, martabat manusia sebagai pribadi tidak terbatas pada mulainya jiwa bersatu dengan raga. Jiwa telah berada lebih dulu sebelum dijatuhkan ke dunia dan disatukan dengan badan. Maka bagi Plato, yang disebut manusia atau pribadi adalah jiwa sendiri. Sedangkan badan dianggap Plato sebagai alat yang barguna sewaktu masih hidup di dunia ini. Tetapi badan itu, di samping berguna, sekaligus juga sebagai jiwa usaha untuk mencapai kesempurnaan , yaitu kembali kepada Dunia Ide.Jiwa menurut Plato sudah berada sebelum bersatu dengan badan. Persatuan jiwa dengan badan merupakan hukuman karena kegagalan jiwa untuk memusatkan perhatiaannya kepada Dunia Ide. Jadi manusia mempunyai pra-eksistensi, yaitu sudah berada sebelum dipersatukan dengan badan jatuh ke dunia ini.
2. Pandangan Tentang Manusia Menurut Thomas Aquinus
Pendapat Plato di atas ditolak oleh Thomas Aquinus. Menurut Aquinus, yang disebut manusia sebagai pribadi adalah “makhluk individual(kesatuan antara jiwa dan badan) yang dianugerahi kodrat rasional”. Maka sejauh jiwa sudah bersatu dengan badan, yaitu sudah hidup meskipun belum dapat berdikari, haruslah disebut sebagai pribadi yang utuh. Bagi Aquinus tidak ada pra-eksistensi (jiwa sebelum dipersatukan dengan badan).Jadi yang dimaksud dengan ‘pribadi’ oleh Aquinus adalah masing-masing manusia individual (manusia yang riil dan konkrit). Manusia adlah substansi yang komplet terdiri dari badan (materia) dan jiwa (forma). Manusia sebagai satu substansi bukan hanya terdiri dari badannya saja atau jiwanya saja, tetapi merupakan kesatuan yang utuh antara jiwa dan badan. Namun jika badan dijiwai oleh jiwa, atau jiwa menjiwai badan, maka terjadilah suatu pribadi yang lengkap dan mempunyai jatidiri.
Tetapi tidak setiap kesatuan jiwa-badan boleh disebut pribadi. Menurut Aquinis, forma dari setiap benda hidup di dunia ini disebut jiwa. Tetapi untuk bisa disebut pribadi, jiwa dalam kesatuan jiwa-badan tersebut haruslah jiwa rasional. Maka ‘pribadi’ menurut Aquinus adalah makhluk individual yang mempunyai kodrat rasional.
TANGGAPAN DAN KRITIK TERHADAP PENDAPAT TENTANG MANUSIA MENURUT
PLATO DAN THOMAS AQUINUS
Dari dua pendapat mengenai manusia di atas, rupanya untuk saat ini pendapat Aquinus relatif lebih dapat diterima oleh banyak pihak yang masih membicarakan hubungan badan-jiwa dari pada pendapat Plato. Namun kalau ditelusuri lebih lanjut , pendapat Thomas masih memuat beberapa permasalahan besar dan beberapa kritik, diantaranya yaitu:a. Menurut Aquinus, jiwa manusia diciptakan secara langsung oleh Allah tanpa hubungan dengan badan. Namun dalam temuan biologi menyatakan bahwa dalam tubuh orang tua terdapat gen-gen (DNA) dalam kromosom yang akan menentukan sifat anak, perangai bakat, intelek, dll. Begitu juga dengan lingkungan yang turut andil dalam mempengaruhi pembentukan diri seseorang, sebab dalam perkembangan manusia selalu terlibat dalam pergaulan dengan dunia luar. Dan manusia juga sangat memerlukan bimbingan dan pendidikan sehingga mereka bisa mempraktekkan kemanusiaan mereka dan memainkan peran sesuai dengan yang dikehendaki Allah dalam kehidupan ini.
b. Plato yang melihat manusia sebagai homo-metafisikus(satu-satunya makhluk yang mampu menembus penampakan mencapai realitas mutlak). Padahal manusia mempunyai kemampuan yang terbatas (homo-limitus), yaitu dibatasi oleh keterbatasan akal, perasaan, dan nafsu. Sehingga menciptakan persepsi yang berbeda-beda pada setiap manusia. Yang mengakibatkan kebenaran yang satu berbeda dengan kebenaran yang lain sehingga tak akan mencapai realitas/kebenaran mutlak karena kebenaran mutlak hanyalah milik Allah semata.
c. Saya setuju dengan gagasan yang dikemukakan oleh Plato tentang teori 2 dunia yang terpisah, yaitu dunia inderawi (sebuah dunia benda-benda jasmani yang selalu berubah, plural dan oleh karenanya semu) dan dunia ideal (tempat bersemayamnya ide-ide yang bersifat kekal, tunggal, dan oleh karenanya sejati). Hanya saja dalam Islam istilahnya berbeda. Dunia ide sebelum manusia dilahirkan di dunia disebut zaman azali dan setelah meninggal ada dunia ide yang kekal yaituu alam akhirat, sedangkan dunia inderawi (di dunia) hanyalah bersifat sementara dan tidak kekal. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-A’raaf:172
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"<al-A'rof:172>
d. Namun saya tidak setuju dengan Plato yang mengatakan bahwa persatuan jiwa dengan badan merupakan hukuman karena kegagalan jiwa untuk memusatkan perhatiaannya kepada Dunia Ide. Karena manusia diciptaka di dunia adalah sebagi kholifah, pengemban amanat yang diuji dan diberi kelebihan untuk memilih (menjadi orang baik atau sesat) agar mengetahui siapa yang benar-benar bertakwa dalam keadaan apapun di dunia ini.
REFERENSI
Hadi, Hardono. Jati Diri Manusia (Berdasar Organisme Whitehead). 1996. Kanisus: Yogyakarta.
Gahral Adian, Donny. Matinya Metafisika Barat. 2001. Komunitas Bambu: Jakarta.
Faqih, Ammar. Jadilah Mu’min sejati. 1980. PT. bina Ilmu: Surabaya.
Al-Hasyimi, Muhammad Ali. Muslim ideal. 2004. Pustaka Pelajar Offset: Yogyakarta.
Davies, Paul. Membaca Pikiran Tuhan. 2002. Pustaka Pelajar Offset: Yogyakarta.