Setiap apa yang kita lihat, dengar
dan rasakan (pengalaman) akan direspon oleh system saraf pusat kita. Pengalaman
itu penting dan menentukan respon kita terhadap stimulus lain yang memiliki
kesamaan dengan pengalaman tersebut. Respon terhadap stimulus yang pernah kita lihat
pada waktu sebelumnya inilah yang disebut konsep. Maka pengertian konsep adalah
satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki cirri-ciri yang sama[1]. Definisi
konsep menurut sebagian besar orang adalah sesuatu yang diterima dalam pikiran
atau ide yang umum dan abstrak. Menurut salah satu ahli, konsep adalah suatu
abstraksi yang mewakili suatu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan
yang mempunyai atribut yang sama (Croser, 1984:22)[2].
Belajar
konsep merupakan salah satu cara belajar dengan pemahaman dan kerap dikenal
dengan nama “concept formation”. Dalam bentuk belajar ini, orang
mengadakan abstraksi, yaitu dalam semua objek yang meliputi benda, kejadian dan
orang hanya ditinjau dari aspek-aspek tertentu saja. Dalam banyak penelitian
diungkapkan bahwa teori belajar konsep dipengaruhi filsafat kostruktivisme.
Konstruktivisme menekankan pengetahuan dibentuk siswa yang sedang belajar, dan
teori perubahan konsep yang menjelaskan siswa selalu mengalami perubahan konsep
sangat berperan dalam menjelaskan mengapa seorang siswa bisa salah mengerti
dalam menangkap suatu konsep yang ia pelajari. Kostruktivisme membantu untuk
mengerti bagaimana siswa membentuk pengetahuan yang tidak tepat.
Sebagian konsep
yang dimiliki individu merupakan hasil dari proses belajar yang mana proses
hasil dari proses belajar ini akan menjadi pondasi atau dasar (building blocks)
dalam struktur berpikir individu. Konsep-konsep inilah yang dijadikan dasar
atau patokan oleh seseorang dalam memecahkan masalah, mengetahui aturan-aturan
yang relevan, dan hal-hal lain yang ada hubungannya dengan apa yang harus
dilakukan oleh individu.
Dengan
demikian, seorang pendidik atau orang-orang yang berkecimpung dalam dunia
kependidikan seharusnya memahami tentang belajar konsep dan mengetahui cara
yang tepat untuk mengarahkan siswa dalam pembentukan pengetahuan mereka yang lebih
tepat.
1.
PENGERTIAN BELAJAR KONSEP
Definisi
konsep menurut sebagian besar orang adalah sesuatu yang diterima dalam pikiran
atau ide yang umum dan abstrak. Menurut salah satu ahli, konsep adalah suatu
abstraksi yang mewakili suatu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan
yang mempunyai atribut yang sama (Croser, 1984)[1]. Konsep mengacu pada serangkaian fitur atau atribut satu atau lebih
sifat-sifat umum yang dihubungkan oleh sebuah aturan.
Konsep atau
pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai
ciri-ciri yang sama. Orang yang memilikki konsep mampu mengadakan abstraksi
terhadap objek-objek yang dihadapi sehingga objek ditempatkan pada golongan
tertentu.konsep sendiri dapat dilambangkan dengan suatu kata (lambang bahasa)[2].
Konsep yang
dimaksud disini tidak lain dari kategori-kategori yang kita berikan dari
stimulus atau rangsangan yang ada di lingkungan kita. Konsep yang ada di dalam
struktur kognitif individu merupakan hasil dari pengalaman yang ia peroleh. Jika
keadaannya demikian, sebagian konsep yang dimiliki individu merupakan hasil
dari proses belajar yang mana proses hasil dari proses belajar ini akan menjadi
pondasi (building blocks) dalam
struktur berpikir individu. Konsep-konsep inilah yang dijadikan dasar oleh
seseorang dalam memecahkan masalah, mengetahui aturan-aturan yang relevan, dan
hal-hal lain yang ada keterkaitannya dengan apa yang harus dilakukan oleh
individu.
Belajar
konsep mengacu pada setiap kegiatan di mana pelajar harus belajar mengklasifikasikan dua atau lebih peristiwa yang
agak berbeda atau benda ke dalam satu kategori. Pembelajaran konsep
mencakup belajar untuk membuat tanggapan umum kepada sekelompok stimulus yang
memiliki beberapa fitur atau sifat yang sama. Belajar konsep di sisi lain mencakup belajar respon tunggal untuk dua atau lebih
rangsangan yang merupakan perbandingan antara
stimuli dan respon. Belajar konsep mengharuskan pelajar datang untuk menanggapi fitur yang relevan dengan konsep dan mengabaikan fitur yang tidak relevan dalam mengklasifikasikan
peristiwa.
Belaja konsep merupakan salah satu
cara belajar dengan pemahaman. Ciri khas dari konsep yang diperoleh sebagai
hasil belajar pengertian ini adalah adanya skema konseptual. Skema konseptual
adalah suatu keseluruhan kognitif, yang mencakup semua ciri khas yang
terkandung dalam suatu pengertian.
Konsep dibedakan atas konsep konkrit
dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep konkrit adalah pengetian yang
menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan fisik. Konsep ini mewakili benda
tertenti sepertia meja, kursi, tumbuhan, mobil, dll. Konsep yang didefinisikan
adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidakklangsung menunjuk pada
realitas dalam lingkungan fisik, kkarena realitas itu tidak berbadan. Hanya
dirasakan melalui proses mental. Misalnya saudara sepupui, paman, bibi,
perkawinan, dll. Untuk memberikan pengertian pada semua kata itu diperlukan
konsep yang didefinisikan dengan menggunakan lambang bahasa.
Menurut Flavell (1970)[3]
ada tujuh dimensi konsep , yaitu:
- atribut
- struktur
- keabstrakan
- keinklusifan
- generalitas/keumuman
- ketepatan
- kekuatan atau power
Belajar konsep merupakan taraf
komprehensif. Taraf kedua dalam taraf berpikir. Taraf pertamanya adalah taraf
pengetahuan, yaitu berpikir reseptif atau menerima.
Teori-teori
belajar konsep
Salah satu pendekatan yang digunakan dalam belajar
konsep berasal dari konsepsi respon stimulus asosiasionistik dari proses
belajar dan mengadopsi prinsip pengkondisian untuk menjelaskan perilaku
konseptual. Pendekatan kedua dalam pembelajaran konsep menekankan pentingnya
hipotesis dan strategi. Di mana pendekatan ini bersifat kognitif.
1)
Teori asosiasi S-R
Teori S-R berpendapat bahwa kekuatan asosiasi antara dimensi yang relevan dan
respon yang benar dibangun secara bertahap dimana
seseorang dapat dikatakan telah memperoleh konsep. Teori S-R mediational berasumsi bahwa konsep pembelajaran berkembang karena mediasi
respon dibuat untuk stimulus tersebut. Ada dua dasar masalah pengalihan pemecahan digunakan dalam studi pembelajaran konsep. Pertama, yang disebut reversal (pembalikan) atau intradimensional, kedua disebut nonreversal atau
extradimensional.
2)
Teori pengujian hipotesis
Teori pengujian hipotesis dari pembelajaran konsep menekankan manusia untuk lebih aktif dalam tugas dalam arti bahwa kita secara aktif memilih dan
menguji solusi yang mungkin dilakukan untuk pemecahan masalah. Ada dua
strategi, yakni strategi konservatif
focusing dan strategi focus gambling.
3)
Teori pengolahan informasi
Teori ini menekankan pada karakter pengolahan
informasi dalam
belajar
konsep. Teori-teori ini berasal
dari analogi komputer dan melihat belajar konsep dalam hal urutan proses pengambilan keputusan yang dibuat oleh pelajar.
Factor-faktor yang mempengaruhi individu
memperoleh konsep
Secara umum, faktor-faktor
ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori : variabel tugas dan variabel
pelajar. Yang
termasuk variabel tugas yaitu contoh positif dan negatif, atribut relevan dan tidak relevan,
arti-penting stimulus dan abstractness-konkrit, umpan balik dan faktor temporal
dan variabel pelajar adalah kecerdasan dan memori.
1)
Contoh positif dan negatif
Dalam hal ini, kecenderungan manusia
menggunakan positif instance dalam mempelajari konsep daripada negative
instance. Hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi pada negatif instance dan
kebanyakan manusia menggunakan positif instance.
2)
Atribut relevan dan tidak relevan
Semakin besar jumlah
atribut tidak relevan dalam tugas konseptual semakin sulit tugas tersebut. Dan semakin
banyak tugas dengan atribut yang relevan, semakin mudah tugas pembelajaran
tersebut.
3)
Stimulus arti-penting dan
abstractness-konkrit
Arti-penting kekhasan dari
isyarat yang relevan menentukan kemudahan belajar konsep. Konsep seperti "rumah","anjing" dan
"mobil" dipelajari lebih mudah dari konsep-konsep abstrak yang
melibatkan bentuk
misalnya spasial.
4)
Umpan balik dan faktor sementara
Umpan balik dalam bentuk
respon menunjukkan apakah benar atau tidak menyediakan pelajar dengan informasi
tentang kebenaran tanggapannya. Selain itu, umpan balik dapat berfungsi untuk
membimbing tanggapan berikutnya dalam tugas-tugas konseptual.
5)
Aturan konseptual
Cara penggabungan aturan konseptual akan
menentukan kemudahan pembelajaran konsep. Konsep yang menggunakan aturan
konjungtif lebih mudah dipelajari dari konsep yang menggunakan aturan
kondisional dan bikondisional.
6)
Memori dan kecerdasan
Memori dan kecerdasan adalah
variabel perbedaan individual yang diketahui mempengaruhi kemudahan pembelajaran
konsep. semakin cerdas seseorang memecahkan tugas
konseptual, semakin cepat mempelajari konsep.
2.
CARA INDIVIDU MEMPEROLEH KONSEP
Individu
dapat belajar konsep melalui suatu benda, aneka gambar dan penjelasan verbal. Menurut teori
Ausubel (1968)[4],
individu memperoleh konsep melalui 2 (dua) cara, yaitu :
1)
Melalui formasi konsep
Formasi konsep
menyangkut cara materi atau informasi diterima peserta didik. Formasi konsep
diperoleh individu sebelum ia masuk sekolah, karena proses perkembangan konsep
yang diperoleh semasa kecil termodifikasi oleh pengalaman sepanjang
perkembangan individu. Formasi konsep merupakan proses pembentukan konsep
secara induktif dan merupakan suatu bentuk belajar menemukan (discovery
learning) melalui proses diskriminatif, abstraktif dan diferensiasi. Contoh
pemerolehan konsep pada anak adalah ketika anak melihat benda atau orang yang
ada di lingkungan terdekatnya. Misalnya, pada saat seorang anak yang baru
berusia 2 tahun memanggil Bapak dan Ibunya pertama kali karena setiap hari
Bapak dan Ibunya selalu bersama-sama anak tersebut. Anak menyebut diri yang
memandikan dan meninabobokkan saat tidur adalah Ibu dan menggendong serta
mengajaknya bermain adalah Bapak.
2)
Asimilasi Konsep
Sedangkan
asimilasi konsep menyangkut cara bagaimana peserta didik dapat mengaitkan
informasi atau materi pelajaran dengan struktur kognitif yang telah ada.
Asimilasi konsep terjadi setelah anak mulai memasuki bangku sekolah. Asimilasi
konsep ini terjadi secara deduktif. Biasanya anak diberi atribut sehingga
mereka belajar konseptual, misalnya atribut dari gajah adalah hewan dan
belalai. Dengan demikian anak dapat membedakan antara konsep gajah dengan
hewan-hewan lain
Tingkat-tingkat Pencapaian Konsep
Empat tingkat pencapaian konsep menurut
Klausmeier[5] adalah
sebagai berikut:
a.
Tingkat konkret
Tingkat konkret
ditandai dengan adanya pengenalan anak terhadap suatu benda yang pernah ia
kenal. Contohnya pada suatu saat anak bermain kelereng dan pada waktu yang lain
dengan tempat yang berbeda ia menemukan lagi kelereng, lalu ia bisa
mengidentifikasi bahwa itu adalah kelereng maka anak tersebut sudah mencapai
tingkat konkret. Dengan demikian dapat dikatakan juga anak mampu membedakan
stimulus yang ada di lingkungannya terhadap kelereng tersebut. Pada saat ini
anak sudah mampu menyimpan gambaran mental dalam struktur kognitifnya.
b.
Tingkat identitas
Pada tingkat
identitas seseorang dapat dikatakan telah mencapai tingkat konsep identitas
apabila ia mengenal suatu objek setelah selang waktu tertentu, memiliki
orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau bila objek itu ditentukan
melalui suatu cara indra yang berbeda. Misalnya mengenal kelereng dengan cara
memainkannya, bukan hanya dengan melihatnya lagi.
c.
Tingkat klasifikatori
Tingkat
klasifikatori dapat digambarkan anak sudah mampu mengenal persamaan dari contoh
yang berbeda tetapi dari kelas yang sama. Misalnya anak mampu membedakan antara
apel yang masak dengan apel yang mentah.
d.
Tingkat formal
Pada tingkatan
formal anak sudah mampu membatasi suatu konsep dengan konsep lain,
membedakannya, menentukan ciri-ciri, memberi nama atribut yang membatasinya,
bahkan sampai mengevaluasi atau memberikan contoh secara verbal.
3.
PENERAPAN BELAJAR
KONSEP
Individu dapat belajar konsep
melalui suatu benda, aneka gambar dan penjelasan verbal. Di sekolah dasar
belajar konsep melalui benda-benda dan gambar-gambar akan lebih menonjol.
Sedangkan di sekolah menengah dan perguruan tinggi belajar konsep melalui
penjelasan verbal akan lebih menonjol.
Ada
2 strategi utama yang dapat digunakan untuk pembelajaran konsep, yaitu sebagai
berikut :
a)
Melalui pendekatan inkuiri
Pada
pendekakatan inkuiri, para peserta didik dapat diperlihatkan sekelompok benda yang
berbeda. Satu sekelompok benda merupakan contoh dari konsep yang ingin
disampaikan dan sekelompok benda yang lain merupakan yang bukan contoh dari
konsep yang ingin disampaikan. Cara penyampaiannya dapat bermacam-macam dari
pengkelompokkan secara tertulis atau melalui bentuk gambar maupun suara.
Selanjutnya,
para peserta didik diminta untuk melakukan permainan tebak-tebakan. Mereka
diminta melengkapi kelompok benda yang merupakan contoh konsep dan juga yang
bukan contoh konsep. Mungkin diantara mereka ada yang berhasil mengkategorikan
kelompok benda yang contoh dan bukan contoh konsep tersebut, dan adapula yang
tidak berhasil. Pada akhirnya, para peserta didik akan tergiring dan
termotivasi untuk berfikir dan menemukan contoh-contoh dari konsep yang
dimaksud yang mereka kembangkan sendiri. Pendekatan inkuiri lebih cocok
digunakan untuk peserta didik di kelas-kelas awal SD dengan bimbingan guru.
b)
Pendekatan ekspositori
Strategi kedua
untuk mengajarkan konsep adalah dengan pendekatan ekpositori. Pada pendekatan
ekspositori, peserta didik dimotivasi sejak awal untuk menemukan contoh-contoh
yang dikembangkannya sendiri untuk mengkategorikan sebuah konsep. Namun
demikian, guru tetap harus menjelaskan secara mendetail tentang konsep yang
dibahas. Pendekatan ekspositori lebih sesuai digunakan di kelas-kelas tinggi di
SD, karena para siswa di kelas tinggi di SD sudah dapat diajak berpikir detail,
dan komprehensif.
Beberapa prinsip praktis
pembelajaran konsep
1.
Memikirkan contoh-contoh
baru untuk konsep
Agar konsep sepenuhnya dipahami dan dimengerti, penting untuk memikirkan contoh-contoh tambahan selain yang disajikan oleh instruktur, sehingga memikirkan contoh baru tidak hanya mempertajam, memurnikan dan
memperkaya konsep tetapi juga memberikan praktek dalam proses pencarian
informasi penting.
2.
Menggunakan kedua contoh
positif dan negatif
Selain memikirkan
contoh-contoh baru, kita juga menggunakan contoh positif dan negatif agar
pembelajaran konsep lebih dipahami dan dimengerti.
3.
Menggunakan berbagai contoh
Bagian-bagian sebelumnya secara implisit menekankan pentingnya berbagai
contoh pada pembelajaran konsep. kita harus
memilih variasi yang cukup banyak sehingga proses pembelajaran akan mencapai
pemahaman konsep yang optimal.
4.
Fitur pokok yang relevan
Tugas utama adalah
menekankan fitur yang relevan dari konsep, tujuannya agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara verbalisasi bentuk yang relevan dan
penyajian secara simultan dari contoh positif dan negatif.
Belajar konsep merupakan suatu penting yang
harus diajarkan pada anak/siswa. Dengan belajar konsep, individu tidak akan
terjebak pada istilah-istilah keseharian yang sebenarnya dia juga tidak
mengerti maksudnya (omong kosong). Anak akan lebih memahami sesuatu apabila
pendidik mengajarkan melalui konsep, mengajarkan langsung benda dan pengetahuan
[1] http://repository.upi.edu/kampus-daerah/fulltext/upload/s_pwk_1008332_chapter2.pdf
[2]
Winkel, W.S. 1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta:
PT Gramedia.
[3]
Flavell, J.H. 1970. Developmental Studies Of Mediated Memory. In H. W. Reese
& L. P. Lipsitt (Eds), Advances in child development and child behavior
(Vol.5, pp. 181-211).New Yorkk. Academic Press.
[4]
Ausubel, D.P. Educational Psychology: a cognitive view.New York: Holt, Rinehart
and Winston. 1968.
[5] Dahar
(1996:88). Model-model Mengajar. Bandung. CV. Diponegoro